SGU dan BRIN Bahas Protokol Penelitian Berbasis Keanekaragaman Hayati

SGU dan BRIN Bahas Protokol Penelitian Berbasis Keanekaragaman Hayati

Swiss German University (SGU) dan sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), membahas penyusunan protokol penelitian berbasis keanekaragaman hayati Indonesia untuk basis data Indonesia Natural Product Library (INPL).

“INPL sebagai platform yang menghubungkan informasi-informasi virtual atau basis data dengan ‘repository’ fisik yang ada di lab-lab masing-masing tentang biodiversitas Indonesia,” kata Dr Kholis Audah yang memprakarsai INPL dalam diskusi kelompok terpumpun tentang penyusunan protokol tersebut di Jakarta, Jumat.

Dosen di Swiss German University itu, menuturkan INPL merupakan portal berbasis penyimpanan data berupa kumpulan informasi ekstrak, fraksi, dan atau senyawa tunggal yang berasal dari bahan alam Indonesia.

Pengembangan basis data INPL dan protokol penelitian berbasis keanekaragaman hayati Indonesia itu, bagian dari kegiatan penelitian pembangunan perpustakaan ekstrak untuk penemuan obat-obatan yang mendapatkan pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Dengan adanya basis data INPL, diharapkan semua penelitian berbasis keanekaragaman hayati di Indonesia dapat tercatat dan digunakan untuk berbagai keperluan seperti penelitian dan pengembangan lanjutan dalam bidang obat-obatan, konservasi, perlindungan serta keamanan biologi.

Secara khusus, INPL bertujuan menyediakan informasi bahan alam Indonesia yang memiliki potensi untuk pengembangan obat-obatan.

Pendekatan yang dilakukan di dalam INPL dengan menggabungkan atau menghubungkan basis data digital dengan “repository” (penyimpanan) fisik bahan alam yang berkaitan. Sistem “barcoding” mungkin juga diperlukan untuk memudahkan pencarian informasi “repository” fisik bahan-bahan yang diperlukan.

Dalam cakupan yang lebih luas, INPL bermanfaat menjadi sumber basis data semua jenis organisme yang memiliki potensi, baik sebagai obat, pangan, energi, maupun kebutuhan hidup manusia lainnya, di setiap wilayah Indonesia.

Basis data tersebut memiliki informasi, antara lain tentang nama spesies, struktur kimia, lokasi, dan aktivitas biologis dari spesies tersebut.

Basis data itu dapat digunakan untuk pengembangan obat potensial misalnya berbasis keanekaragaman hayati laut yang mengandung banyak senyawa bioaktif, seperti sumber antikanker, antivirus, antibakteri, antimalaria, antibiotik, antioksidan, dan anti dengue.

Indonesia sebagai negara luas dengan sekitar 17.000 pulau menyimpan banyak keanekaragaman hayati, baik di darat maupun di perairan. Ada lebih dari 50.000 spesies tumbuhan di Indonesia dan banyak di antaranya tanaman endemik di Tanah Air.

Oleh karena itu, data terkait dengan potensi-potensi dari keanekaragaman hayati tersebut perlu disimpan dalam basis data komprehensif dan menyeluruh.

Pembentukan INPL pertama kali diprakarsai oleh Dr Kholis Audah, yang penelitiannya tentang Pengembangan Perpustakaan Ekstrak dari Keanekaragaman Hayati Indonesia untuk Penemuan Obat.

Pada awalnya, penelitian tersebut didanai oleh Swiss German University pada 2015-2016, kemudian Kholis memperoleh hibah penelitian selama tiga tahun dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk periode 2017-2019.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mengamanatkan untuk wajib serah dan wajib simpan seluruh data primer dan keluaran hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap)

Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik BRIN Agus Haryono menuturkan seluruh hasil litbangjirap, terutama yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, harus disimpan di dalam platform yang disiapkan oleh pemerintah pusat.

Di BRIN, sudah dimulai pengumpulan data-data hasil penelitian, terutama data primer dan keluaran hasil litbangjirap. Agus berharap, INPL tidak bersinggungan dengan platform yang nantinya sudah disiapkan pemerintah untuk penyimpanan data tersebut.

Menanggapi hal itu, Kholis menuturkan pihaknya sejalan dengan kebijakan pemerintah sehingga INPL bisa dipakai pemerintah. INPL tersebut dapat terus dikembangkan dan disempurnakan.

“Kami memang tujuan akhirnya kami sudah buat cikal bakalnya, silahkan kalau diperlukan oleh pemerintah jadi tidak kita klaim sendiri jadi akan bermanfaat kalau bisa digunakan semua,” ujar Kholis.

SUMBER: ANTARANEWS

Tentang SGU

SWISS GERMAN UNIVERSITY (SGU) is an international university in Indonesia, was established in 2000 as a joint effort between Indonesia, Germany, Switzerland, and Austria. We are the pioneer in offering international curricula in Indonesia. Qualified students can graduate with a Double Degree from Indonesia and Germany, which SGU provides in cooperation with partner universities; surely a valuable tool for your future careers. Ever since its establishment, SGU has been dedicated to delivering quality education in line with international standards and aims to develop skilled professionals who meet the demands of the industry. In order to achieve its objectives, SGU offers quality-oriented learning through 12 Bachelor’s Degree Programs and 4 Master’s Degree Programs ranging from Engineering, Information Technology, and Business to Life Sciences and Social Sciences. Furthermore, with small class sizes, and with English as the medium of instruction, you can look forward to pursuing your tertiary education and degree with full confidence.